Jaman dulu, ada sebuah keluarga yang tinggal di rumah sederhana. Di dalam rumah itu terdapat satu ruang keluarga yang dilengkapi dengan tungku penghangat tradisional (dengan arang dan api). Ketika musim dingin tiba, seluruh anggota keluarga berkumpul di situ, si anak bisa mendapatkan cahaya yang cukup untuk belajar, orangtua bisa mengobrol dengan anaknya, nenek bisa menikmati malam yang panjang dengan menjahit pakaian untuk cucunya, dsb.
Kemudian muncullah era electrification (listrikisasi?), dimana pipa-pipa yang mengalirkan arus listrik terpasang di rumah mereka. Tak lama, rumah yang sederhana itu dilengkapi dengan aliran listrik yang kemudian memberikan ruang bagi munculnya teknologi-teknnologi baru seperti penghangat ruangan, lampu, kulkas, AC, dsb. Ketika musim dingin tiba di tahun berikutnya, si anak tidak lagi berkumpul di ruang keluarga untuk mengerjakan PR karena mereka bisa mendapatkan cahaya di kamarnya (alih-alih diselingi dengan obrolan orangtua dan nenek, suara musik dari New Kids on The Block memenuhi kamar mereka).
Karena teknologi maju seiring dengan tingkat konsumsi yang meningkat, orangtua tidak lagi ada di rumah untuk mengobrol. Mereka sering bekerja larut malam dan meninggalkan catatan kertas di kulkas untuk makan malam anaknya. Nenek, tentu saja, merindukan kebersamaan sosial. Namun, dia tidak bisa lagi menemukan kehangatan walaupun dia sudah berdiam di dekat tungku. Tentu saja karena tidak ada lagi orang yang bisa diajak ngobrol. Beberapa saat kemudian, nenek lebih memilih untuk tinggal di panti jompo yang sederhana, di mana dia bisa mengobrol dan bermain Bingo bersama teman sejawatnya.
Sekali dua kali, mereka masih berkumpul di dekat tungku hangat, bukan untuk menghangatkan diri karena mereka bisa melakukan itu di kamar masing-masing, bukan untuk belajar tentu saja, atau untuk menjahit. Kali ini mereka melakukan itu karena ingin bernostalgia dengan keadaan di masa lalu. Fungsi sosial dari tungku hangat ini pun, kalau tidak bisa dikatakan hilang, berubah.
———————————
Sekelumit kisah di atas saya terjemahkan dengan perubahan seperlunya dari buku e-topia karang William J. Mitchell. Buku ini menarik. Semoga bisa menjadi teman di kereta yang baik selama beberapa hari ke depan 😀 Kisah di atas hanyalah sekelumit pengantar dari buku ini, bagaimana ternyata majunya sebuah teknologi juga diiringi oleh perubahan nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Kalau ada poin-poin menarik lain yang bisa menginspirasi saya untuk menulis di blog ini, akan saya paparkan dalam postingan berikutnya.
Komentar Terbaru